Sidang Lanjutan Penyiksaan dan Penganiayaan Terhadap Calon Taruna PIP (Politeknik Ilmu Pelayaran) Semarang, Keterangan Dokter Berbeda dengan Keterangan yang Dibacakan oleh Jaksa

 

Keterangan Photo : Kondisi diluar ruangan sidang Prof. R. Soebekti SH MH, PN Semarang 

Bacaan Lainnya

 

Semarang Jawa Tengah – Sidang Lanjutan Perkara No 411 penyiksaan dan penganiayaan terhadap
calon taruna PIP Semarang dengan agenda pemanggilan dan mendengarkan saksi-saksi yang
dihadirkan oleh JPU kembali di gelar ruang sidang Prof. Soebekti SH., MH, di PN Semarang pada hari Kamis 15 Agustus 2024.

 

Sebelumnya dalam Sidang Lanjutan Penyiksaan dan Penganiayaan Terhadap Calon Taruna PIP
(Politeknik Ilmu Pelayaran) pada Semarang tanggal 8 Agustus 2024, jaksa membacakan keterangan dokter bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan pada korban pada saat diperiksa pada tanggal 4 November 2024. Hal ini berbeda dengan keterangan dr. Agung dari poliklinik PIP Semarang pada sidang
hari ini tanggal 15 Agustus 2024 yang mengatakan bahwa ada bekas memar di uluhati MG pada tanggal
4 November 2024.
Awak media memang tidak diperkenankan untuk meliput secara langsung terkait jalannya sidang meskipun sidang tersebut terbuka untuk umum, dikarenakan harus menempuh prosedur terlebih
dahulu.

Namun sebelum persidangan digelar, awak media berkesempatan mewawancarai dari LBH Semarang
sebagai pendamping korban yang akan selalu hadir dipertiap agenda persidangan.

 

Keterangan Photo : Ridho (Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Semarang) yang hadir selaku pendamping korban MG

Ridho yang bertindak sebagai asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Semarang menyampaikan ” Untuk
sidang hari ini agendanya sama dengan sidang tanggal 8 Agustus kemarin, yaitu mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) “.

” Kami dari LBH Semarang sebagai pendamping dari korban akan tetap hadir dalam setiap persidangan,
meskipun dari pihak keluarga dan korban sendiri hari ini tidak dapat hadir, kami tetap mengawal jalannya persidangan agar berjalan sebagaimana mestinya, dan juga tentunya kami berharap untuk mendapatkan keadilan yang seadil adilnya. Selain itu juga agar peristiwa semacam ini tidak lagi terulang di kemudian hari di dunia pendidikan khususnya di sekolah sekolah taruna”, tukas Ridho.

Sementara itu melalui sambungan telepon dan chatting WhatsApp YK dan GT selaku orang tua korban menyampaikan rasa kekecewaan nya pada saat sidang ditanggal 8 Agustus 2024 yang mana
jaksa tidak melampirkan buku panduan janji dan sumpah Taruna, yang berbunyi diantaranya adalah para Taruna dan Taruni tidak akan melakukan tindakan kekerasan, dan yang di dalamnya terdapat ancaman sanksi dikeluarkan dari Pendidikan.

Selain itu orang tua korban juga kecewa karena kesimpulan yang dibacakan jaksa tidak ada tanda kekerasan pada korban dan tidak ada keterangan bahwa korban mengalami kencing darah sebagaimana diagnose tanggal 4 November dan hasil laboratorium dari rumah sakit di Jakarta pada tanggal 10 November 2022. Mereka juga kecewa bahwa pada tanggal 8 Agustus kemarin, Jaksa tidak dapat menunjukkan buku peraturan tata tertib taruna yang di dalamnya terdapat ikrar anti kekerasan dan ancaman sanksi hukuman drop out bagi yang melakukan kekerasan”.

” Saya sendiri melihat saat saya ajak MG ke toilet, selaku anak saya setelah bilang bahwa urine nya
darah, dan saya yang lihat sendiri saat saya suruh anak saya buang air kecil, dan kami masukkan ke
dalam botol plastik kecil bekas air mineral, hati seorang ibu yang mana yang tidak akan luka dan sakit saat melihat seperti itu “, ungkap YK.

” Kami selaku keluarga sangat kecewa dengan kejadian seperti itu, karena pada tanggal 31 Oktober 2022, kami orang tua korban sudah datang menemui 2 direktur dan kepala pusat pembinaan mental PIP Semarang agar dilakukan pencegahan penganiayaan ketiga, namun tetap mengalami
penganiayaan ketiga tersebut.

Selain itu kami juga kecewa bahwa pihak kampus tidak memberitahu
sudah terjadinya penganiayaan ketiga tersebut, juga tidak membawanya ke rumah sakit terdekat
pada tanggal kejadian, meski korban mengatakan bahwa dia sudah dipukuli oleh 7 orang senior tim
dekor. Kami juga kecewa bahwa pihak kampus sempat mengatakan agar kejadian tersebut jangan dilaporkan ke orang tua korban.”

Ditanyakan perihal harapan dari hasil persidangan terutama nanti pada saat sidang pembacaan
putusan, YK selaku ibu korban mengatakan ” Saya berharap agar hukum ditegakkan, serta tidak lagi terulang perbuatan seperti itu di dunia pendidikan,agar tidak ada terus korban-korban selanjutnya “.

Team liputan pun akan mencoba mendatangi PIP Semarang, guna mengklarifikasi perihal Janji Taruna
dan Taruni serta hukuman yang dicantumkan dalam buku panduan janji Taruna, serta surat
bermaterai saat akan mendaftar di Politeknik Ilmu Pelayaran ternama di Semarang tersebut.

Team liputan : Menanti Bakara/Hanif

Editor : Asep NS 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *