Kucuran Kredit Bank bjb Senilai Rp 554,62 Miliar Berpotensi Macet, PT Sritex Diambang Kebangkrutan!

 

Lintangpena.com Bandung  – Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank bjb sebesar US$ 38,89 atau sekitar Rp 554,62 kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau PT Sritex diduga bermasalah.

Bacaan Lainnya

Hal ini terjadi setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pada, Jumat (08/03/2024) lalu.

Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Barat Sadarminto mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan ada kucuran kredit yang tidak memenuhi standar kepatuhan. Sehingga harus diperbaiki.

Menurutnya salah satu kredit bermasalah diberikan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRItex) dengan nilai mencapai Rp 554,2 miliar.

Pemberian kredit tersebut tidak didukung dengan analisa memadai. Sehingga terjadi kredit macet.
BPK kemudian merekomendasikan kepada jajaran direksi, agar melakukan pemantauan dalam pengembalian kredit itu.

‘’Jajaran direksi bjb untuk segera menindaklanjuti hasil temuan ini dengan ketentuan yang berlaku,’’ ujarnya.

Sementara itu seperti dilansir Tempo pada 7, Mei 2021, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi pernah mengatakan, kewajiban kredit PT Sritex telah mendapat relaksasi.

Hal ini terjadi karena kondisi PT Sritex sedang bermasalah dan telah melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) selama 45 hari ke depan.

Untuk diketahui berdasarkan informasi, PT Sritex memiliki tiga anak perusahaan. Di anataranya, Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya.

Status PKPU diajukan oleh CV Prima Karya kepada Pengadilan Negeri (PN) Semarang dan telah dikabulkan oleh hakim dengan nilai penangguhan sebesar Rp 5,5 miliar.

Berdasarkan informasi, CV Prima Karya merupakan salah satu vendor proyek renovasi bangunan di Grup Sritex. Grup usaha Sritex tercatat sebagai debitur yang dibentuk secara korporasi dan mendapatkan kucuran kredit fantastis dari bank bjb.

Pada waktu itu, Yudi mengklaim bahwa pembayaran kewajiban PT Sritex masih lancar, meski Yuddy mengakui terjadi penurunan kolektibilitas.

Menurutnya, sebagian besar pembiayaan berbasis cash collateral dan sebagian lainnya pembiayaan bilateral.

“Jadi masih bisa dipenuhi antara lain dari sinking fund yang tersedia di Bank BJB,” ujar Yuddy beralasan.

Sementara itu berdasarkan pemantauan daftar bursa Efek PT Sritex terancam delisting atau dihapus dari papan perdagangan bursa.

Dalam laporan keuanganyya Sritex melaporkan kerugian dengan nilai fantastis mencapat US$ 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,66 triliun rupiah pada 2021 lalu. Padahal pada 2020 lalu, masih mencatat keuantungan US$ 85,32 juta atau Rp 1,24 triliun.

Pendapatan perusahaan turun jadi US$ 847,52 juta dari semula sejumlah US$ 1,28 miliar.

Kondisi PT Srtitex semakin buruk dengan ditambah beban perusahaan yang membengkak naik menjadi 144 persen 2020 lalu.

Begitupun pada beban penjualan dan beban umum dan administrasi yang mengalami kenaikan lebih dari 100 Persen.

Sampai dengan 2021, aset perusahaan juga tercatat turun sepertiga menjadi US$ 1,23 miliar dari semula mencapai US$ 1,85 miliar.

Dari porsi ini tercatat aset lancar PT Sritex US$ 589,32 juta. Sedangkan kas dan setara kas hanya tersisa US$ 8,74 juta.

Lebih parah lagi, Liabilitas perusahaan tercatat sejumlah US$ 1,63 miliar. Liabilitas ini merupakan kewajiban jangka pendek senilai US$ 1,58 miliar.
Sedangkan liabililitas perusahaan atau utang kepada bank tercatat sebesar US$ 608,92 juta dan tercatat sebagai kreditur pada Bank BCA, Bank HSBC Indonesia dan Bank BJB.

Dari kondisi ini PT Sritex mengalami kekurangan modal hingga US$ 398,82 juta pada akhir Desember 2022 lalu.

PT Sritex telah mengajukan PKPU pada 25 Januari 2022 untuk merektrurisasi kewajiban utang jangka pendek. Namun, Permohonan restrukrisasi tersebut ditentang oleh Citibank N.A., Indonesia dan PT Bank QNB Indonesia Tbk dengan mengajukan banding.

(Joss)

Editor : Asep NS 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *