Lintangpena.com Kab. Semarang – Seperti yang telah dilansir oleh sumber berita terpercaya, Upacara Puputan atau dhautan bagi masyarakat Jawa merupakan upacara yang dilakukan dalam rangkaian upacara kelahiran seorang anak.
Upacara ini dilaksanakan pada sore hari ketika tali pusar si bayi telah putus atau lepas (puput atau dhaut artinya lepas).
Waktu yang diperlukan untuk penyelenggaraan Puputan tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal itu bergantung kepada lama tidaknya tali pusar si bayi lepas dengan sendirinya.
Upacara ini diselenggarakan dengan mengadakan kenduri atau selamatan yang dihadiri oleh kerabat dan tetangga terdekat.
Sesaji (makanan) yang disediakan dalam upacara Puputan, antara lain nasi gudangan yang terdiri dari nasi dengan lauk pauk, sayur mayur, dan parutan kelapa, bubur merah, bubur putih, dan jajanan pasar.
Upacara Puputan biasanya ditandai dengan dipasangnya sawuran (bawang merah, dlingo bengle yang dimasukkan ke dalam ketupat), dan aneka macam duri kemarung di sudut-sudut kamar bayi.
Selain saluran dipasang juga daun nanas yang diberi warna hitam putih (bergaris-garis), daun apa-apa, awar-awar, girang, dan daun duri kemarung.
Di halaman rumah dipasang tumbak Sewu, yaitu sapu lidi yang didirikan dengan tegak. Di tempat tidur si bayi diletakkan benda-benda tajam seperti pisau dan gunting.
Rangkaian upacara Puputan didahului dengan upacara sepasar. Sepasar merupakan satu rangkaian hari Jawa yang berumur lima hari, yaitu pon, Wage, Kliwon, Legi, dan pahing.
Upacara sepasaran merupakan upacara yang menandakan si bayi telah berumur sepasar (5 hari).
Sebagian masyarakat mengadakan upacara sepasaran dengan sederhana, yaitu mengadakan kenduri atau selamatan dan dihadiri oleh keluarga dan tetangga terdekat.
Setelah acara kenduri, tetangga yang menghadiri akan membawa pulang makanan yang telah disediakan oleh pihak keluarga.
Namun, beberapa daerah di pulau Jawa menganggap upacara sepasaran upacara yang paling meriah dalam rangkaian upacara kelahiran anak.
Upacara pasaran tersebut diadakan secara besar-besaran sesuai kemampuan keluarga masing-masing dan biasanya disertai dengan pemberian nama si bayi.
Di kediaman Ny. Nurhidayah NS Isteri dari Asep NS Pimred media online Penajournalis.com tepatnya di Kp. Segeni RT 05 RW 01 Desa Pagersari Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Jawa Tengah Indonesia pada hari Sabtu 22 Juni 2024 seorang Dukun bayi yang bernama Mbok Pariyah, (akrab disapa Mbok yah) warga Kebonombo, tampak sedang mempersiapkan rangkaian tumbak sewu yang berisikan bunga-bunga tujuh rupa, serta rempah-rempah yang diiris-iris serta ditancapkan di satu ikatan Sapu Lidi.
Yang selanjutnya rangkaian tumbak sewu tersebut disimpan di kamar utama dimana ananda M Adhyasta Prasaja NS tidur.
Upacara Puputan atau dhautan bagi masyarakat Jawa merupakan upacara yang dilakukan dalam rangkaian upacara kelahiran seorang anak. Upacara ini dilaksanakan pada sore hari ketika tali pusar si bayi telah putus atau lepas (puput atau dhaut artinya lepas). Waktu yang diperlukan untuk penyelenggaraan Puputan tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal itu bergantung kepada lama tidaknya tali pusar si bayi lepas dengan sendirinya.
Tradisi Masyarakat Jawa Tata cara Upacara Puputan Upacara Puputan biasanya ditandai dengan dipasangnya sawuran (bawang merah, dlingo bengle yang dimasukkan ke dalam ketupat), dan aneka macam duri kemarung di sudut-sudut kamar bayi. Selain saluran dipasang juga daun nanas yang diberi warna hitam putih (bergaris-garis), daun apa-apa, awar-awar, girang, dan daun duri kemarung. Di halaman rumah dipasang tumbak Sewu, yaitu sapu lidi yang didirikan dengan tegak. Di tempat tidur si bayi diletakkan benda-benda tajam seperti pisau dan gunting. Rangkaian upacara Puputan didahului dengan upacara sepasar. Sepasar merupakan satu rangkaian hari Jawa yang berumur lima hari, yaitu pon, Wage, Kliwon, Legi, dan pahing. Upacara sepasaran merupakan upacara yang menandakan si bayi telah berumur sepasar (5 hari). Sebagian masyarakat mengadakan upacara sepasaran dengan sederhana, yaitu mengadakan kenduri atau selamatan dan dihadiri oleh keluarga dan tetangga terdekat. Setelah acara kenduri, tetangga yang menghadiri akan membawa pulang makanan yang telah disediakan oleh pihak keluarga. Namun, beberapa daerah di pulau Jawa menganggap upacara sepasaran upacara yang paling meriah dalam rangkaian upacara kelahiran anak. Upacara pasaran tersebut diadakan secara besar-besaran sesuai kemampuan keluarga masing-masing dan biasanya disertai dengan pemberian nama si bayi.
Baca juga: Mengenal Kebudayaan Suku Jawa Makna Upacara Puputan Dalam upacara Puputan atau dhautan terdapat makna atau lambang yang antara lain: Nasi gudangan mengandung makna kesegaran jasmani dan rohani bagi si bayi. Jajanan pasar melambangkan kekayaan untuk si bayi. Duri dan daun-daunan berduri (duri kemarung) dipasang di penjuru rumah mengandung maksud agar dapat menolak gangguan bencana gaib dari makhluk halus jahat. Coreng coreng hitam putih pada ambang pintu untuk menolak pengaruh jahat yang akan masuk melalui pintu. Daun nanas yang diolesi hitam putih menyerupai ular welang mengandung makna magis yang mampu menakut-nakuti makhluk halus jahat yang hendak memasuki kamar bayi. Dedaunan apa-apa, awar-awar, dan girang memiliki makna harapan agar kelahiran tidak mengalami suatu gangguan (apa-apa), semua kekuatan jahat menjadi tawar (awar-awar), dan seluruh keluarga (girang). Pisang raja melambangkan agar si bayi kelak berbudi luhur atau memiliki derajat mulia. Tumbak Sewu (sapu lidi yang diberi bawang dan cabai) memiliki makna untuk menolak makhluk gaib jahat supaya tidak mengganggu keselamatan si bayi.
Mariyo/Khanza
Editor : Asep NS